twitter
rss

MAKALAH
MODEL PERMAINAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN
MATA KULIAH : PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
DOSEN : DR. SAMSUDIN
                                                                                

Di susun oleh Kel. 8

Wawan Rohandi
Wawan Suandi
H. Sodri
Titi Suhaeti


PASCA SARJANA
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM AS SYAFI’IYAH JAKARTA
2011








KATA PENGANTAR



Assalamualaikum wr.wb.


Segala puji Hanyalah milik Allah SWT yang telah memberikan kekpada hambanya berupa nikmat ilmu pengetahuan mudah – mudahan Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayangnya serta petunjuk-Nya bagi kita semua. Shalawat serta salam marilah kita limpahkan kepada baginda tercinta Muhammad SAW. Kepada para keluarganya serta para sahaatnya serta para umatnya. Mudah – mudahan kita mendapatkan syafaatnya Amin.

Dengan Kudrat iradah Allah serta pertolongannya, maka yang saya buat dapat terselesaikan pada waktunya. Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Penembangan Media Pembelajaran, mudah –mudahan makalah ini dapat tercatat sebagai salah satu makalah yang baik.

Penulis berharap supaya para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang positif agar penulis dapat terus berkreatifiras dengan baik pula.



Serang, April 2011 


















DAFTAR ISI


Kata Pengantar ………………………………………………i

Daftar isi ………………………………………………………ii



Bab I

PENDAHULUAN …………………………………………...4


  1. Latar belakang masalah ………………………………………………..……4
  2. Tujuan pembahasan …………………………………………………….......5


BAB II

KAJIAN TEORITIS ………………………………………………………………6


BAB III

PEMBAHASAN ……………………………………………………………………8

BAB IV

KESIMPULAN ……………………………………………………………………13

Daftar Pustaka..........................................................................................................14








BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental/ karakter seorang siswa.  Pendidikan yang baik akan membentuk mental atau karakter siswa yang lurus dan terarah. Pembinaan mental yang baik pada akhirnya akan bermuara pada kebaikan di kehidupan yang akan datang. Kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan persoalan-persoalan yang rumit.
Dengan berbekal pendidikan yang baik, maka siswa akan mempunyai mental/ karakter yang kuat, dan mempunyai pengetahuan yang luas. Pengetahuan yang luas bisa diperoleh dari bangku sekolah. Di sekolah anak-anak akan memperoleh ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru-guru mereka. Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan social. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain yang sesuai. Model bermain dalam pembelajaran  merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa model bermain dalam pembelajaran  merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, metode bermain diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Metode Pembelajaran Bermain perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dalam membelajarkan bermain kepada siswa, apabila guruu masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti  komunikasi dalam pembelajaran calistung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik (siswa) merasa jenuh dan tersiksa.
Oleh karena itu dalam membelajarkan Bermain kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan tergantung tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tingkat perkembangan peserta didik (siswa), kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serfa mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada.

B.  Tujuan Pambahasan
1.  Mengetahui apakah dengan metode bermain dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam proses pembelajaran.
2. Mengetahui apakah dengan mengunakan dengan metode bermain dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam proses belajar mengajar sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.



















BAB II
KAJIAN TEORITIS

Menurut Hans Daeng (dalam Andang Ismail, 2009: 17) permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak  dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Selanjutnya Andang Ismail (2009: 26) menuturkan bahwa permainan ada dua pengertian.
Pertama, permainan adalah sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari menang atau kalah. Kedua, permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai pencarian menang-kalah.
Menurut Kimpraswil (dalam As’adi Muhammad, 2009: 26) mengatakan bahwa definisi permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik. trans Metode Permainan dalam Pembelajaran
Lain halnya dengan Joan Freeman dan Utami munandar (dalam Andang Ismail, 2009: 27) mendefinisikan permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.
Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut peneliti menyimpulkan definisi permainan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektuan, sosial, moral dan emosional.
Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah ‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan).
Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat.
Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau kejadian yang dialami sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.
























BAB III
PEMBAHASAN

Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani (2005 ), metode pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelaiaran.
Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu metode pembeialaran yang dapat diterapkan guru adalah metode pembelajaran Bermain Apakah metode pembelajaran Bermain itu? Metode pembelajaran Bermain merupakan suatu metode pembelaiaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan iika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
Metode pembelajaran bermain mengutamakan kerja sama dalam menvelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur (2000), semua metode pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada metode pembelajaran bermain berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan metode pembelajaran yang lain. Tujuan metode pembelajaran ( learning) bermain adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

Prinsip dasar dan ciri-ciri metode pembelajaran bermain
1.      Menurut Nur (200); prinsip dasar dalam pembelajaran bermain sebagai berikut: Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2.      Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota adalah tim.
3.      Kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4.      Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5.      Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6.      Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7.      Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok bermain

Sedangkan ciri-ciri metode pembelajaran bermain adalah sebagai berikut :

1.      Siswa dalam kelompok secara bermain menyelesaikan materi belajar sesuai  kompetensi dasar yang akan dicapai.
2.      Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. jika mungkin anggota kelompok berasal
3.      Dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
4.      Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.

Berikut ini berbagai permainan yang dapat meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah:
Puzzle
Permainan puzzle merupakan permainan melalui potongan gambar, kata, situasi, dan warna yang membutuhkan cara memecahkan masalah secara coba-salah, merupakan salah satu permainan yang terbukti dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan tersebut. Contoh puzzle peta, hewan, rumus, dan sebagainya.
Model bermain dalam pembelajaran Bemain peran membantu meningkatkan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah melalui berbagai cara yang bebas dilakukan dalam permainan tersebut. Contoh model bermain dalam pembelajaran  tokoh proklamasi, peran siklus kehidupan, perangkat desa, dan seterusnya.
Balok atau lego Tidak terlalu berbeda dengan puzzle , bermain balok atau lego meningkatkan kreativitas siswa untuk memecahkan masalah ketika ia berupaya membangun sesuatu menggunakan mainan tersebut.
Games
Berbagai games seperti bermain kartu, gambar, benda alam, dan domino atau monopoli merupakan permainan yang mengajarkan siswa strategi memecahkan masalah ketika bermain untuk memenangkan permainan. Tentu saja siswa perlu waktu menguasai permainan jenis ini sebelum ia benar-benar mahir berstrategi.
Siswa dikatakan bermain jika memenuhi kriteria self chosen dan self directed. Siswa yang kompeten dan berpengalaman dalam bermain akan menjadi pelajar yang kreatif, pede, dan memiliki motivasi diri. Yang utama, bermain adalah kerja bagi siswa. Itulah kunci yang harus dipegang guru.
Dengan bermain anak tidak hanya menyerap informasi tapi mereka juga bekerja dengan informasi tersebut, bagaimana aplikasinya dan terus melakukan percobaan berulang-ulang sampai informasi tersebut dimengerti anak.
Ketika bermain, fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya, memperkuat dan mengembangkan otot dan kordinasinya melalui gerak, melatih motorik halusnya (memungut benda-benda kecil, biji-bijian, potongan kertas kecil dan sebagainya). Begitu juga dengan motorik kasar dan keseimbangan, misalnya koprol, memanjat, berlari, jalan dan lain-lain.
Di dalam kegiatan bermain anak juga mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif.
Bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang, atau karakter orang lain merupakan tahapan yang sangat menonjol. Anak belajar melihat dari sisi orang lain (empati). Misalnya anak bermasalah ketika dibawa ke dokter, orangtua dapat bermain pura-pura untuk mengatasi rasa ketakutan anak.
Dalam bermain anak mendapatkan penemuan intelektual. Misal, anak bermain mengisi dan mengosongkan botol, anak belajar volume, dan lain-lain. Kelebihan lain yang didapat anak dalam bermain adalah berkembangnya multiple intelegen (kecerdasan jamak).
Berikut ini, beberapa hal yang perlu diketahui guru dalam aktivitas bermain agar siswa dapat bermain.
  1. Siswa perlu ekstra energi. Anak yang sakit, kecil keinginannya untuk bermain.
  2. Siswa harus mempunyai cukup waktu untuk bermain.
  3. Untuk bermain, siswa perlu alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya.
  4. Perlu ruangan untuk bermain, tidak usah terlalu lebar dan tak perlu ruangan khusus. Siswa dapat bermain di ruang kelas, halaman, bahkan di ruang sempit pun.
  5. Perlu pengetahuan cara bermain. Siswa belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau diberi tahu caranya oleh orang lain. Cara yang terakhir adalah yang terbaik, karena siswa tidak terbatas pengetahuannya dalam menggunakan alat permainannya dan siswa akan mendapat keuntungan lain lebih banyak.
  6. Perlu teman bermain. Anak Jika siswa bermain sendiri, ia akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya, kalau terlalu banyak bermain dengan yang lain, hal itu dapat mengakibatkan siswa tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhannya sendiri.

Contoh model bermain dalam pembelajaran Matematika

Seorang guru menyuruh tiap murid menuliskan hitungan sesuai dengan suruhannya tanpa mengatakan apa yang dihitungnya. Suruhan tersebut adalah demikian.

“Tulislah bilangan banyak adikmu”
“Tambah itu dengan tiga”
“Kalikan dua”
“Sekali lagi, kalikan enam.”
“Sekarang, bagi empat”
“Terakhir, kurangi delapan”
Kemudian guru bertanya kepada Budi.
Guru : “Berapa hasil akhir yang kau peroleh?”
Budi : “Sepuluh.”
Guru : “Jadi adikmu tiga orang, bukan?”
Budi : “Ya, Bu.”

Semua anak yang menyebutkan hasil akhir hitungannya dapat ditebak dengan benar jumlah adik masing-masing oleh Guru.
Contoh tersebut merupakan permainan. Hal seperti itu disenangi oleh anak-anak. Yang pertama jawabnya bermacam-macam, asal alasannya dapat diterima. Permainan matematika adalah suatu kegiatan yang menggembirakan yang dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional pengamatan matematika. Tujuan ini dapat menyangkut aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
Dalam pembelajaran bermain dikembangakan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.

LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN BERMAIN
Terdapat 6 (enam) langkah dalam metode pembelajaran bermain  :
  1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelaiaran dan mengkomunikasikan kompetensi   dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
2.   Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa.
3.   Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
4.   Membimbing kelompok belajar.
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar.
2.         Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
6.  Memberikan penghargaan.
Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.






BAB IV
KESIMPULAN

Bermain sangatlah banyak manfaatnya, karena masa anak-anak merupakan masa bermain, seorang guru yang tahu kalau dunia anak adalah dunia bermain, maka guru yang profesional akan memasukkan pembelajaran sedikit demi sedikit melalui bermain, sesuai dengan konsep ketika yaitu belajar sambil bermain, bermain seraya berlajar ( preschool) .
Diharapkan guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan keterampilan bermain sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.






















Daftar Pustaka
Anonim. 2008. “Perpustakaan Digital dan Sistem I nformasi Perpustakaan”
(http://www.pdii.lipi.go.id/perpustakaan -digital-dan-sistem-informasiperpustakaan.
html).
Dyah Sulistyorini, “Saatnya Mewujudkan Perpustakaan Digital Nasional”
(http://www.antara.co.id/arc/2008/12/9/saatnya -mewujudkan-perpustakaandigital-
nasional)
Rizal Malarangeng, “Perpustakaan Digital Menyelamatkan Aset Kultural”,
Republika - Minggu, 09 Oktober 2005.
Gary T Peterson, 1975. Conceptualizing Learning Center , AECT Planning and
Operation Media Center: Washington DC.















                                                                                                






MAKALAH
PERPUSTAKAAN DIGITAL (DIGITAL LIBRARY) SEBAGAI
ALTERNATIF PENGEMBANGAN PUSAT SUMBER BELAJAR
DI SEKOLAH


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Tugas mata Kuliah
Pengembangan Sumber Belajar
Dosen:
Dr. Samsudin










Oleh:

                                       Nama :        WAWAN SUANDI
                           NIM    :        5520100032


Program Studi: S-2 TEKNOLOGI PENDIDIKAN (TP)
PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM ASSYAFI`IYAH










Perpustakaan Digital (Digital Library) Sebagai Alternatif Pengembangan
Pusat Sumber Belajar Di Sekolah
Oleh: wawan suandi
NIM   : 5520100032

Bab I

A.   Pendahuluan
1.1  latar belakang
Dunia perpustakaan semakin hari semakin berkembang dan bergerak ke
depan. Perkembangan dunia perpustakaan ini didukung oleh perkembangan
teknologi informasi dan pemanfaatannya yang telah merambah ke berbagai bidang.
Hingga saat ini tercatat beberapa masalah di dunia perpustakaan yang dicoba
didekati dengan menggunakan teknologi informasi.
Dari segi data dan dokumen yang disimpan di perpustakaan, dimulai dari
perpustakaan tradisional yang hanya terdiri dari kumpulan koleksi buku tanpa
katalog, kemudian muncul perpustakaan semi modern yang menggunakan katalog
(index). Katalog mengalami metamorfosa menjadi katalog elektronik yang lebih
mudah dan cepat dalam pencarian kembali koleksi yang disimpan di perpustakaan.
Koleksi perpustakaan juga mulai dialihmediakan ke bentuk elektronik yang lebih
tidak memakan tempat dan mudah ditemukan kembali. Ini adalah perkembangan
mutakhir dari perpustakaan, yaitu dengan munculnya perpustakaan digital (digital
library) yang memiliki keunggulan dalam kecepatan pengaksesan karena
berorientasi ke data digital dan media jarin gan komputer (internet).
Realisasi perpustakaan digital dalam skala nasional telah dirintis dengan
adanya program Perpustakaan Digital Nasional (PDN) meskipun masih b anyak
pandangan bahwa peluang keberhasilan program Perpustakaan Digital Nasional
(PDN) di Indonesia sangat kecil, mengingat besarnya jurang kesenjangan teknologi
antar wilayah di Indonesia (Dyah Sulistyorini, http://www.antara.co.id/arc/2008 ).
Namun, Kepala Perpustakaan Nasiona l RI, Dady P. Rachmananta pada
pembukaan Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia yang Pertama (KPDI ke -
di Kuta Bali 2-5 Desember 2008 mengungkapkan Indonesia tak harus menunggu
lebih lama untuk mulai mengembangkan perpustakaan digital. Dia menegaskan
bahwa perpustakaan digital merupakan pengembangan lebih lan jut perpustakaan
konvensional. Perpustakaan digital bukan perpustakaan jenis baru, karena masih
melaksanakan prinsip-prinsip dasar perpustakaan, namun dengan dukungan
teknologi informasi diharapkan dapat diwujudkan perpustakaan yang lebih modern,
lengkap, mudah dijangkau, dan user friendly dengan pengelolaan koleksi nasional maupun daerah.

1.2 Tujuan

Bagi sekolah perpustakaan merupakan salah satu sumber belajar yang
pokok, oleh karena itu adanya perpustakaan digital merupakan salah satu alternative pengembangan sumber belajar di sekolah untuk menghadapi kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Permasalahannya sekarang adalah bagaimana penerapan perpustakaan
digital sebagai alternatif untuk pengembangan sumber belajar di sekolah?










Bab II
B. Kajian Teori

Perpustakaan Digital Di Sekolah Sebagai Alternatif Pengembangan Pusat
Sumber Belajar
Perkembangan perpustakaan sebagai sumber di sekolah tidak terlepas dari
perkembangan definisi pusat sumber belajar itu sendiri.
Menurut AECT (1979), pusat sumber belajar adalah suatu tempat yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan, penyediaan dan pemanfaatan sumber
belajar dari berbagai jenis yang disusun secara terpadu sesuai dengan
kebutuhan belajarnya.
Merrill dan Drob dalam buku Criteria for Planning the College and University
Learning Resources Centre (1977) sebagaimana dikutip oleh Mudhoffir (1992:8)
mendefinisikan pusat sumber belajar sebagai berikut:
“An organized activity consistin g of a director, staff, and equipment housed in
one or more specialized facilities for the production, procurement, and
presentation of instructional materials and provision of developmental and
planning services related to the curriculum and teaching on a general university
campus”
Definisi di atas mengemukakan bahwa pusat sumber belajar merupakan
kegiatan terorganisasi yang terdiri dari seorang direktur, staf, dan peralatan yang
ditempatkan dalam sebuah atau beberapa fasilitas khusus untuk produksi,
pengadaan dan penyajian bahan pembelajaran dan pemberian pelayanan
pengembangan dan pelayanan perencanaan yang berhubungan dengan kurikulum
dan pengajaran untuk kampus (universitas) atau sekolah.
Fred Percival dan Henry Ellington (1988) mendefinisikan pusat sumber
belajar sebagai berikut :
“Segala sesuatu dari yang berbentu sebuah ruangan sampai dengan bangunan
bertingkat yang di desain dan diatur secara khusus dengan tujuan untuk
menyimpan, merawat, mengembangkan dan memanfaatkan koleksi sumber
belajar baik bahan cetak maupun non cetak oleh pelajar baik secara individu
maupun kelompok”
Lebih jauh Richard N. Tucker dalam buku The Organization and
Management of Educational Technology (1979) sebagaimana dikutip dalam
Mudhoffir (1992:13) mendefinisikan pusat sumber belajar dengan istilah media
center, sekarang mulai dikenal istilah Media Resource Center (MRC) , dengan
pengertian suatu departemen yang memberikan fasilitas pendidikan, pelatihan dan
pengenalan melalui produksi bahan media (seperti slide, transpar ansi overhead,
filmstrip, videotape, dan lain-lain) dan pemberian pelayanan penunjang (seperti
sirkulasi peralatan audiovisual, penyajian program -program video, pembuatan
catalog, dan pemanfaatan pelayanan sumber -sumber belajar pada perpustakaan).
Yusufhadi Miarso, dkk (1980) menyatakan bahwa pusat sumber belajar
menunjukkan adanya suatu kombinasi yang terpadu dari berbagai sumber yang
meliputi orang, bahan-bahan, peralatan, fasilitas, dan lingkungan serta tujuan dan
proses.
Dari beberapa definisi ahli terhadap pusat sumber belajar, saya
mengidentifikasi keterkaitan hal -hal yang berhubungan dalam pengembangan dan
pengolahan Pusat Sumber Belajar, yaitu adanya tempat, fungsi -fungsi pusat
sumber belajar (seperti penyediaan, penyimpanan, pelayanan, pemanfaa tan,
produksi, penyajian, pengembangan kurikulum, dan pelatihan), aneka sumber
belajar bahan cetak non cetak, serta kegiatan yang terorganisasi dan terstruktur
yang memfasilitasi pendidikan.
Dalam perkembangan pusat sumber belajar, perpustakaan merupakan
tahapan perkembangan kedua setelah pemanfaatan dan pengolahan sumber
belajar yang tidak dikelola dan diorganisir oleh sembuah lembaga, melainkan hanya
perseorangan.
Menurut Gary T. Peterson dalam Rahadi (2005) terdapat lima tahan
perkembangan pusat sumber belajar yaitu pemanfaatan dan pengolahan sumber
belajar yang tidak dikelola dan diorganisir oleh sebuah lembaga melainkan hanya
perseorangan, perpustakaan yang mengelola sumber belajar bahan cetak,
perpustakaan yang dilengkapi dengan pelayanan audio visual, perpustakaan yang
dilengkapi dengan ruang belajar non tradisional, dan pengembangan konsep
perpustakaan ditambah dengan komponen pengembangan sistem pembelajaran
(instruksional).
Melihat tahapan perkembangan di atas perpustakaan digital sudah masuk
pada tahapan perkembangan yang kelima yaitu pengembangan konsep
perpustakaan ditambah dengan komponen pengembangan sistem pembelajaran
(instruksional), hal ini sesuai dengan Digital Library Federation (1995) yang
mendefinisikan perpustakaan digital sebagai o rganisasi yang menyediakan
berbagai sumber daya, termasuk staf yang mampu melakukan pekerjaan
menyeleksi, menata, menyediakan akses intelektual, menginterpretasikan,
mendistribusikan, melestarikan keutuhan koleksi karya digital, termasuk
memastikan ketersediaan dari waktu ke waktu agar bisa didapat dengan mudah,
murah oleh komunitas atau sekumpulan komunitas tertentu.
Hampir semua sekolah mengidamkan menerapkan perpustakaan digital
dalam pengelolaan perpustakaannya. Namun demikian tidak semua sekolah
mampu meakukannya. Dana yang terbatas dan SDM yang rendah ditengarai
sebagai faktor dominan ketidakberdayaan sekolah mengelola perpustakaannya
secara proporsional apalagi menggunakan perpustakaan digital. Perpustakaan
Digital adalah sebuah sistem yang memiliki b erbagai layanan dan obyek informasi
yang mendukung akses obyek informasi tesebut melalui perangkat digital. Layanan
ini diharapkan sinformasi seperti dokumen, gambar dan database dalam format
digital dengan cepat, tepat, dan akurat.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih operasional tentang pengadaan
perpustakaan digital berdasarkan pengalaman penulis dalam pengadaan
perpustakaan digital di SMP Labschool Jakarta tahun 2008 (sebelum terbakar) dan
rencana pengadaan dan pengembangan di tahun 2009, yang dihubungk an dengan
disain intruksional model ADDIE (Ana lysis, Disain, Development, Implementation,
dan Evaluation).

Bab III
C.   Pembahasan

Pengadaan dan Pengembangan Perpustakaan Digital Di Sekolah
berdasarkan Disain Instruksional Model ADDIE
1. Analisis
Pada tahapan ini berhubungan deng an apa yang ingin dikerjakan,
merupakan gambaran umum tentang proses perencanaan instruksional yan g
lengkap. Tahapan analisis sering juga disebut analisis kebutuhan meliputi beberapa
aspek, antara lain:
a. Rancangan pembelajaran
Pada aspek ini menganalisis tentang mengapa kegiatan ini akan dilaksanakan,
kapan waktu yang tepat untuk melaksanakannya, bagaimana pengaturan jadwal
yang tepat pada masing-masing stake holder yang telibat,
b. Peserta/siswa (Audience)

Menganalisis tentang siapa peserta/siswa, berapa bany ak peserta, mengapa
mereka memerlukan perpustakaan digital ini. Apakah terdapat perbedaan (gap)
antara apa yang telah mereka ketahui dengan apa yang harus mereka te rima
dalam kegiatan ini? Apa yang mereka butuhkan dalam pembelajaran dengan
perpustakaan digital?, Bagaimana kemampuan mereka dan di mana anda harus
memulai?, Tipe-tipe apa dari kebutuhan belajar yang terjadi (pengeta huan,
keterampilan, atau sikap)?
c. Tujuan (goal)
Apa tujuan utama adanya aperpustakaan digital tersebut, dalam istilah umum
apa yang akan terjadi?
d. Tujuan yang khusus (Objectives)
- Apa tujuan pembelajaran yang spesifik dari kegiatan ini?
- Apakah sasaran tujuan diorientasikan pada akreditasi, program, atau misi dari
status lembaga?
- Apa yang dapat siswa lakukan, atau bagaimana nantinya mere ka menunjukan
bahwa pembelajaran tersebut telah berlangsung? (Materi esensial yang harus
diketahui, yang menarik untuk dipelajari, atau penekanan pada hal -hal yang
menarik bagi mereka.
- Tingkatan (level) yang ditargetkan dari outcomes pembelajaran (pengeta huan,
pengertian, aplikasi, analisis, síntesis, dan evaluasi) .
e. Identifikasi Isi (Identify Content )
- Buku teks atau buku kerja yang akan digunakan, waktu pemesanan , dan cara
perolehannya bagaimana?
- Apakah harus memesan/mencadangkan material tersebut di pe rpustakaan
digital?
- Apakah anda memerlukan pemeriksaan -pemeriksaan hak cipta? (teks,
gambaran-gambaran, audio/video)
- Konten/isi apa telah ada?
- Isi apa yang perlu dibuat/diadakan: Silabus, kebijakan -kebijakan, grading,
handbook siswa/ plagiarism, kalend er, jadwal kegiatan, tugas-tugas, study
suide/Rubrics, Ilustrasi, Power Points, audio -video, kuis, kerja kelompok, latihan
individu, CD/DVD dan lain-lain
f. Identifikasi Lingkungan dan Penyampaian ( Identify Environment & Delivery)
Identifikasi lingkungan dan penyampaian materi dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti: face-to-face (tatap muka), completely online
(sepenuhnya melalui on ine), hybrid (menggabungkan antara online dengan
tatap buka dengan perbandingan tertentu), penyampaian melalui CD/DVD,
laboratorium, Proctored exams , Vista Course Management System
(Assessments – Quizzes, Assessments - Self-Tests, Assessments Survey,
Assignment Tool , Chat Room, Discussion Area , URL for Links to External
Sites, Grade Book Columns dan lain-lain.
 Strategi Instructional (Instructional Strategies)
Strategi instruksional menyiapkan cara untuk meningkatkan kegiatan
pembelajaran. Hal-hal yang perlu dianalisis adalah:
- Struktur pembelajaran yang nanti akan anda buat
- Strategi instruksional yang akan digunakan
- Menggunakan pengalaman dan pembelajaran dunia nyata yang relevan
- Interaksi antar siswa dalam bentuk diskusi kelas, kelompok -kelompok studi,
penilaian sebaya, menyediakan umpan balik, chating untuk brain storming
pada kelompok kecil
- Address Learning Styles (aural, visual, kinesthetic): Apa g aya belajar siswa?
- Apa implikasi pada instruksionalnya?
- Praktik latihan: menggunakan kuis online sebagai salah satu strategi
pengajaran, penilaian/kritik dari teman sebaya
- Penugasan dalam bentuk project, studi kasus, di skusi kelompok, problem
based learning, fortopolio dan lain -lain.
- Ringkasan materi untuk pengalaman belajar
- Umpan balik perkembangan siswa
- Mengeksplorasi sumber daya lain untuk kegiatan pembelajaran
h. Strategi Penilaian (Assessment Strategies)
Strategi penilaian sebagian besar didasarkan pada strategi instruksional
diatas. Bagaimana menilai para siswa, apakah melalui kuis, penugasan
(project, produk, refleksi, jurnal) diskusi atau yang lainnya.
i. Evaluasi Formatif (Formative Assessment Evaluation)
Evaluasi formatif sebagai feed back (umpan balik) terhadap apa yang sudah
dilakukan
j. Batasan/Hamabatan (Contraints)
Hambatan atau faktor pembatan yang perlu dipertimbangkan atau
diperhatikan antara lain: isu-isu teknologi, kemampuan penerimaan dari
setiap siswa,
2. Design
Dalam hal ini ditekankan pada disain fisik bangunan untuk perpustakaan
digital dan disain pengadaan hard ware dan soft ware untuk content (isi) dari
perpustakaan digital. Kegiatan ini bekerja sama dengan orang yang ahli pada
bidang disain interior (arsitek) dan ahli media p embelajaran serta ahli teknologi
informasi (ICT).
3. Development
Pada tahapan ini rancangan blueprint dicetak, kemudian hal-hal yang perlu
ditambahkan/dikurangi dimasukan sebelum implementasi. Pengembangan
dilakukan dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai stake holder seperti
ahli media. guru, orang tua, ahli soft ware/hard ware dan lain -lain. Masukanmasukan
tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam implementasi baik dari sisi

bagunan secara fisik, soft ware dan hard ware pembelajaran yang akan menjadi isi
dalam perpustakaan digital tersebut.
4.Implementation
Pada langkah ini yaitu merealisasikan Analisis kebutuhan, Disain,
Development ke dalam bentuk konkrit sebuah perpustakaan digital, dalam hal ini
mecakup:
a. Pembangunan fisik gedung perpustakaan digital berdasarkan disain yang
sudah dikembangkan
b. Penataan interior ruangan
c. Pembelian komputer
d. Pembelian monitor
e. Pembelian bahan ajar (DVD, VCD, s oft ware pembelajaran berbagai mata
pelajaran) sekitar 100 judul baik produksi dlam maupun luar negeri
f. Penginstalan program pembelajaran ke server
g. Pembuatan jaringan intra dan internet yang terkoneksi ke seluruh ruangan
kelas, ruang guru, ruang Tata Usaha, Ruang Kepala dan Ruang Wakil Kepala
Sekolah serta ke server Labschool
h. Pembelian dan penginstalan program administarasi sekolah berbasis
komputer (intranet)
i. Penugasan guru penanggung jawab
j. Pembuatan dan relisasi jadwal penggunaan Perpustakaan digital
k. Pelaksanaan pembelajaran baik di ruang perpustakaan digital maupun di
ruang kelas secara intra maupun internet.
5. Evaluation
Kegiatan evaluasi sebenarnya dilakukan pada setiap tahapan, evaluasi
tapan terakhir ini mencakup evaluasi keseluruhan dari awal (analysis) sampai pada
implementasi. Dari hasil evaluasi tersebut banyak hal yang bisa di manfaatkan,
seperti masukan lepada Kepala Pengembang Pendidikan dan Kepala Instalasi

Akademik untuk peningkatan capacitas server, penambahan sumber relajar yang
berbasis IT dan peningkatan kemampuan SDM dalam operasionalisasi
perpustakaan digital. Evaluasi juga mancakup tingkat pemanfaatan/daya guna
perpustakaan digital oleh siswa maupun guru.
Peran Perpustakaan Digital Di Sekolah sebagai salah satu Pusat Sumber
Belajar
Pada dasarnya, perpustakaan digital itu sama saja dengan perpustakaan
biasa, hanya saja memakai prosedur kerja berbasis komputer dan sumber
informasinya digital. Jaringan informasi semacam internet memberikan kesempatan
luas untuk mengakses lembaga yang menyediakan informasi. Jaringan ini berfungsi
sebagai perpustakaan yang dinamakan perp ustakaan tanpa dinding.
Perpustakaan digital itu tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan
sumber-sumber lain dan pelayanan informasinya terbuka bagi pengguna bahkan di
seluruh dunia. Koleksi perpustakaan digital tidaklah terbatas pada dokumen
elektronik pengganti bentuk cetak saja, ruang lingkup koleksinya malah sampai
pada artefak digital yang tidak bisa digantikan dalam bentuk tercetak. Koleksi
menekankan pada isi informasi, jenisnya dari dokumen tradisional sampai hasil
penelusuran. Perpustakaan ini melayani mesin, manajer informasi, dan pemakai
informasi. Semuanya ini demi mendukung manajemen koleksi, menyimpan,
pelayanan bantuan penelusuran informasi.
Dengan tidak terbatasnya informasi terutama sumber belajar yang dapat
diakses oleh siswa dan guru melalui perpustakaan digital, akan berdampak pada
kegiatan pembelajaran. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru ( teacher
centered) tetapi sudah bergeser ke student centered, active learning , dan
pembelajaran berbasis aneka sumber. Dengan demikian k onstuktivisme dalam
pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran yang akt if, interaktif, kreatif,
inovatif, dan menyenangkan dapat terlaksana dengan baik sehingga siswa tidak

lagi belajar dengan tuntutan subject matter oriented tapi mereka akan
mengkonstruksi apa yang dipelajarinya dalam proses pembelajarannya dan dapat
menerapkan dalam kehidupannya.
Perpustakaan digital yang terkoneksi secara intra maupun internet ke setiap
ruangan kelas memungkinkan guru dan siswa dapat belajar lebih efektif, karena
dapat mengakses informasi (sumber belajar) dari ruangan kelas dan tidak harus ke
perpustakaan secara fisik.
Adanya perpustakaan digital secara tidak langsung kita sedang membangun
jaringan virtual untuk terus memperjuangkan bahwa masyarakat gemar membaca
(reading society) merupakan persyaratan dalam mewujudkan masyarakat gemar
belajar (learning society) yang merupakan salah satu ciri masyarakat maju dan
beradab.
Disisi lain adanya perpustakaan digital akan menekan biaya operasional
untuk pengadaan buku/aneka sumber belajar karena dengan membeli satu master
kemudian disimpan dalam server dapat diakses ke seluruh ruang kelas/ruangan
yang ada.
Meskipun demikian terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian,
seperti:
1. Kemampuan SDM baik itu siswa ataupun g uru dalam memanfaatkan
perpustakaan digital dan perubahan paradigma tentang perpustakaandigital.
2. Biaya awal yang cukup besar, yang mungkin bagi sebagian sekolah tidak dapat
melakukannya. Sebagai contoh, total biaya untuk membangun sistem
perpustakaan digital yang ada di SMP Labschool Jakarta menghabiskan dana
sekitar Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) yang bersumber dari
dan Direktorat PLB Depdiknas bagi siswa Cerdas dan Bakat Istimewa (CIBI)

3. Pemeliharaan dan pengembangan. Bukan menjadi rahas ia umum di Indonesia
sangat terkenal mudah untuk mengadakan, tetapi tidak bias untuk memelihara
dan mengembangkann.
4. Konsekuensi dari siswa yang diperbolehkan membawa komputer (lap top)
dilihat dari segi keamanan dan kemampuan daya dukung instalasi listrik yang
ada atau penambahan biaya untuk pengadaan access point melalui jaringan
warelless (tanpa kabel).





Bab IV
D. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Perpustakaan digital merupakan sebuah organisasi yang menyediakan
berbagai sumber daya, termasuk staf yang mampu melakukan pekerjaan
menyeleksi, menata, menyediakan akses intelektual, menginterpretasikan,
mendistribusikan, melestarikan keutuhan koleksi karya digital, termasuk
memastikan ketersediaan dari waktu ke waktu agar bisa didapat dengan mudah,
murah oleh komunitas atau sekumpulan komunitas tertentu baik secara intra aupun
internet.
Perpustakaan digital disekolah dapat dijadikan sebagai pusat sumber relajar
yang yang menyediakan sumber informasi tak terbatas.
Perpustakaan digital disekolah memiliki manfaat, yai tu:
a. Terjadinya pergeseran pembelajaran dari teacher centered ke student centered
b. Mengembangkan pembelajaran yang aktif, interaktif, kreatif, inovatif, dan
menyenagkan
c. Pembelajaran lebih efektif dan belajr dari berbagai aneka sumber belajar
13
d. Dapat mempercepat membangun learning society.
e. Selain memiliki manfaat yang besar, perpustakan digital juga memiliki
kekurangan/kelemahan dilihat dari sisi biaya, sumber daya manusia,
pemeliharaan dan pengembangan, serta konsekuensi yang muncul dari adanya
perpustakaan digital di sekolah.





Saran
a. Meskipun pengadaan perpustakaan digital di sekolah cukup mahal, dapat
diantisipasi dengan pengadaan secara bertahap
b. Kepada pemerintah, sebaiknya pengadaan laboratorium TIK bagi sekolah -
sekolah yang dananya sangat besar d apat dikombinasikan dengan konsep
perpustakaan digital tan pa menghilangkan esensi laboratorium TIK
c. Kepada pihak swasta dapat berpartisipasi dalam pengadaan perpustakaan
digital dengan cara yang win-win solution, misalnya seluruh perangkat
laboratorium digital berasal dari pihak swasta (perusahaan) dan sebagai imbal
baliknya kewajiban sekolah untuk memajang logo preusan atau memberi nama
ruangan tersebut dengan piohak yang mensponsorinya.




















 Daftar Pustaka
Anonim. 2008. “Perpustakaan Digital dan Sistem I nformasi Perpustakaan”
(http://www.pdii.lipi.go.id/perpustakaan -digital-dan-sistem-informasiperpustakaan.
html).
Dyah Sulistyorini, “Saatnya Mewujudkan Perpustakaan Digital Nasional”
(http://www.antara.co.id/arc/2008/12/9/saatnya -mewujudkan-perpustakaandigital-
nasional)
Rizal Malarangeng, “Perpustakaan Digital Menyelamatkan Aset Kultural”,
Republika - Minggu, 09 Oktober 2005.
Gary T Peterson, 1975. Conceptualizing Learning Center , AECT Planning and
Operation Media Center: Washington DC.
14
http://ilmusdm.wordpress.com/2008/0 2/08/mengenal-model-instruksional-dalampelatihan-%
E2%80%93-training-analysis-1/
http://itsinfo.tamu.edu/consult/howtodesign.htm
http://mkpd.wordpress.com/2008/09/08/kupas -buku-manajemen-perpustakaandigital/
Jurnal Teknodik, 2008. Departement Pendidikan Nasional Pusat Teknologi
Informasi dan Komunikasi Pendidikan, Pustekom: Jakarta.
Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi pendidikan . Jakarta: Kencana.
Purwanto. 2005. Jejak Langkah Perkembangan Teknologi Pendidikan di Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta .
Rothwell, William J., H.C Kazanas. 1992. Mastering the Instructional Design
Process: a systematic approach. San Francisco: Jossey Bass.
Sharon E. Smal Dino. James D. Russell, Robert Heinich. Michael Molenda.
Instructional Technology and Media for Learning, Eight Edition : 2005
Sudjarwo, 1989. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta:
Medyatama sarana Perkasa.